"Jangan pernah meremehkan dan menghina orang lain, tetapi walapun engkau diremehkan maka maafkanlah"
Wail bin Hujr adalah salah satu bangsawan keturunan raja-raja dari Hadramaut yg datang kepada Rasulullah dan masuk Islam. Kemudian Rasulullah menugaskannya sebagai pejabat daerah Aqyal di Hadhramaut.
Ketika Rasulullah menugaskannya, Rasulullah mengirim bersamanya Muawiyah bin Abi Sufyan yg saat itu masih seorang pemuda tak berharta. Ketika dalam perjalanan menuju daerah Aqyal, Wail bin Hujr menunggangi unta sedangkan Muawiyah hanya berjalan kaki tanpa memakai sandal. Karena hari yg begitu terik dan panas manggantang Muawiyahpun meminta kepada Wail agar dipinjami sandal. Lalu Wail berkata: "lindungilah kakimu dari panasnya matahari dan jalanan dengan bayangan untaku"
Muawiyah berkata: "hal seperti itu tidak akan ada gunanya, kalau begitu bonceng saja aku dibelakangmu naik unta"
Wail Berkata: "diamlah, karena engkau tidak layak menjadi boncengan anak keturunan raja"
Waktupun berlalu, jauh puluhan tahun setelahnya sampailah akhirnya masa Sayyidina Muawiyah memenuhi takdirnya menjadi khalifah ummat Islam dengan ibukotanya di kota Damaskus.
Wail bin Hujr yg sudah umurnya sudah mulai beranjak senja berkunjung menemui khalifah. Sayyidina Muawiyah yg terkenal dengan sifat "hilm" (sangat pemaafnya) menyambutnya dengan ramah tanpa pernah ingin membalas kejadian puluhan tahun silam saat beliau diremehkan dan tak dianggap. Bahkan beliau ingin memberikan hadiah yg besar untuk Wail namun Wail dengan halus menolaknya.
Kisah ini dikutip dari kitab AlBidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir.
Begitulah roda kehidupan berputar. Kita tak pernah tahu kita dan orang lain akan seperti apa. Makanya pepatah mengatakan "jangan pernah meludahi sumur karena bisa saja suatu saat engkau akan memerlukan airnya".
وَتِلۡكَ ٱلۡأَیَّامُ نُدَاوِلُهَا بَیۡنَ ٱلنَّاسِ
Wail bin Hujr adalah salah satu bangsawan keturunan raja-raja dari Hadramaut yg datang kepada Rasulullah dan masuk Islam. Kemudian Rasulullah menugaskannya sebagai pejabat daerah Aqyal di Hadhramaut.
Ketika Rasulullah menugaskannya, Rasulullah mengirim bersamanya Muawiyah bin Abi Sufyan yg saat itu masih seorang pemuda tak berharta. Ketika dalam perjalanan menuju daerah Aqyal, Wail bin Hujr menunggangi unta sedangkan Muawiyah hanya berjalan kaki tanpa memakai sandal. Karena hari yg begitu terik dan panas manggantang Muawiyahpun meminta kepada Wail agar dipinjami sandal. Lalu Wail berkata: "lindungilah kakimu dari panasnya matahari dan jalanan dengan bayangan untaku"
Muawiyah berkata: "hal seperti itu tidak akan ada gunanya, kalau begitu bonceng saja aku dibelakangmu naik unta"
Wail Berkata: "diamlah, karena engkau tidak layak menjadi boncengan anak keturunan raja"
Waktupun berlalu, jauh puluhan tahun setelahnya sampailah akhirnya masa Sayyidina Muawiyah memenuhi takdirnya menjadi khalifah ummat Islam dengan ibukotanya di kota Damaskus.
Wail bin Hujr yg sudah umurnya sudah mulai beranjak senja berkunjung menemui khalifah. Sayyidina Muawiyah yg terkenal dengan sifat "hilm" (sangat pemaafnya) menyambutnya dengan ramah tanpa pernah ingin membalas kejadian puluhan tahun silam saat beliau diremehkan dan tak dianggap. Bahkan beliau ingin memberikan hadiah yg besar untuk Wail namun Wail dengan halus menolaknya.
Kisah ini dikutip dari kitab AlBidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir.
Begitulah roda kehidupan berputar. Kita tak pernah tahu kita dan orang lain akan seperti apa. Makanya pepatah mengatakan "jangan pernah meludahi sumur karena bisa saja suatu saat engkau akan memerlukan airnya".
وَتِلۡكَ ٱلۡأَیَّامُ نُدَاوِلُهَا بَیۡنَ ٱلنَّاسِ
Komentar
Posting Komentar